Gerbangredaktur- Lagi lagi tentang Surabaya, Silampukau selalu mampu merekam Surabaya dari sudut pandang yang unik.
Bola Raya merupakan salah satu lagu andalan dari duo Eki Tresnowening dan Kharis Junandaru pada album Dosa, Kota, & Kenangan.
Lagu ini bercerita tentang salah satu permainan idola segala lapisan masyarakat. Dan tentunya menjamur di keseharian warga.
Kali ini kita akan mengulas lagu Bola Raya yang lirik-liriknya sangat dekat dengan masyarakat Surabaya!
Lirik
Kami main bola di jalan raya
Beralaskan aspal, bergawang sandal
Tak perduli ada yang mencela
Terus berlari mencetak angka
Kami rindu lapangan yang hijau
Harus sewa dengan harga tak terjangkau
Tanah lapang kami berganti gedung
Mereka ambil untung, kami yang buntung
Kami hanya main bola
Tak pernah ganggu gedungmu
Kami hanya main bola
Persetan dengan gedungmu
Memang kami tak paham soal akta
Sertifikat tanah dan omong kosong lainnya
Kami hanya ingin main bola
Zonder digugat, zonder di dakwa
Lagu ini dibagi menjadi 4 Stanza. Kita akan bahas per-stanza dari awal hingga akhir.
Okay langsung saja kita mulai!
Stanza pertama
Kami main bola di jalan raya
Beralaskan aspal bergawang sandal
Tak perduli ada yang mencela
Terus berlari mencetak angka
Lagu ini diawali dengan lirik yang lumayan jelas dan mudah dipahami. Pada stanza pertama didominasi dengan realitas yang terjadi di Surabaya.
Dimana banyak anak-anak, orang tua, yang bermain sepak bola di jalan, taman, tempat kosong, dan sebagainya.
Memang sih sebenarnya agak menjengkelkan bagi penggunaan jalan, tapi mereka tak pernah ambil pusing dengan kejengkelan penggunaan jalan.
Stanza kedua
Kami rindu lapangan yang hijau
Harus sewa dengan harga tak terjangkau
Tanah lapang kami berganti gedung
Mereka ambil untung kami yang buntung
Bisa jadi ini adalah curahan hati para pesepak bola liar. Mereka tak pernah berharap untuk bermain bola di jalanan. Tetapi apa daya keadaan yang memaksa.
Apalagi untuk sekedar menyewa lapangan bola harganya cukup wahh. Bisa dikatakan tak terlalu bersahabat dengan kantong masyarakat umum.
Stanza ketiga
Kami hanya main bola
Tak pernah ganggu gedungmu
Kami hanya main bola
Persetan dengan gedungmu
Ini adalah bagian reff. Ada satu punchline menarik di sini, 'Persetan dengan gedungmu'.
Cukup kasar memang, tapi inilah ekspresi kekecewaan terkuat pada lagu ini. Kekecewaan yang terbentuk karena lahan bermain yang semakin sempit.
Stanza ke empat
Memang kami tak paham soal akta
Sertifikat tanah dan omong kosong lainnya
Kami hanya ingin main bola
Zonder digugat zonder di dakwa
Pada stanza ini bisa diartikan bahwa mayoritas pemain bola liar adalah usia anak-anak hingga remaja yang tak mengerti persoalan surat surat tanah. Mereka hanya butuh bermain, tanpa perlu terikat dengan persoalan administrasi yang njelimet.