Ingin tulisan kamu menghasilkan uang? Klik link inik

Memaknai Hari Ibu: Wanita Sebagai Ibu Bangsa



Jika kita mendengar tentang Hari Ibu, bayangan kita akan otomatis teringat dengan sesosok perempuan tangguh yang telah melahirkan kita. Atau setidaknya ibu mertua atau calon ibu dari anak anak kita.

Jika kita runut dari sejarah awal tercetusnya hari ibu, akan sangat berbeda dari pemaknaan yang kita pahami hari ini.

Ingin tau makna sebenarnya dari peringatan Hari Ibu? Baca artikel ini hingga selesai agar mendapat wawasan tentang peringatan Hari Ibu.

Sejarah

Selang beberapa pekan setelah diselenggarakannya kongres pemuda yang menghasilkan Sumpah Pemuda, kongres wanita segera dilaksanakan di Yogyakarta tepatnya di tanggal 22-25 Desember 1928.
Lokasi pelaksanaan kongres terletak di Ndalem Joyodipuran, yang sekarang telah berubah fungsi menjadi kantor Balai Pelestarian Sejarah.

Kongres wanita yang pertama ini diikuti hampir 600 peserta yang berasal dari perhimpunan wanita dengan latar belakang yang berbeda. Tercatat perhimpunan wanita yang tergabung dalam kongres diantaranya adalah Wanita Oetomo, Poetri Indonesia, Wanita Katholik, Aisyiyah, Wanita Moeljo, Darmo Laksmi, Wanita Taman Siswa, juga dari beberapa sayap pergerakan wanita dan partai politik juga mengirimkan perwakilannya.

Hasil dari kongres wanita pertama ini menghasilkan keputusan untuk mendirikan Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI) dengan semangat memajukan harkat, martabat, dan derajat kaum wanita Indonesia serta menjadi kaum penggerak kemajuan bangsa.

Sejarah Hari Ibu berlanjut saat diadakan kongres wanita II di Jakarta pada 20-24 Juli 1935. Dari kongres II ini menghasilkan pembentukan BPBH (Badan Pemberantasan Buta Huruf) dan juga menentang perlakuan tidak wajar atas buruh wanita pabrik batik di Rembang, Jawa Tengah.

Tiga tahun setelahnya, tepatnya 23-27 Juli 1938 diadakan kongres wanita III yang diadakan di kota Bandung. Dari kongres inilah awal ditetapkannya tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu merujuk dari kongres wanita I diadakan. 

Selanjutnya, melalui dekrit presiden No. 316 tahun 1959 presiden Soekarno secara resmi menetapkan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu Nasional hingga saat ini. Melalui dekrit inilah Hari Ibu secara resmi menjadi bagian hari penting di Indonesia.

Mengapa disebut Hari Ibu?

Jika dirunut dari sejarah nya, nama yang seharusnya disematkan adalah hari wanita. Mengapa demikian?

Dari awal diadakan kongres selalu mengusung nama wanita di belakangnya karena mereka sadar bahwa partisipasi mereka dalam kongres adalah sebagai wanita yang penuh dengan perjuangan dan semangat perubahan.

Hal ini pula tercermin dari gerakan gerakan dan keputusan yang dilaksanakan kongres. Diantaranya adalah membentuk PPI yang menggaungkan visi meningkatkan harkat, martabat, dan derajat kaum wanita serta pembentukan BPBH yang bertujuan untuk memberantas buta huruf dan menentang perlakuan tidak wajar atas buruh wanita pabrik batik di Rembang.

Lantas mengapa bisa berubah menjadi Hari Ibu?

Sempat beberapa kali terjadi perubahan nama diawali dengan nama Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI) pada tahun 1928.

Setahun kemudian berganti nama menjadi Perikatan Perkumpulan Istri Indonesia (PPII). Setelah itu pada kongres ke II di Jakarta mulai ditetapkan fungsi perempuan sebagai ibu negara yang turut andil memajukan bangsa.

Pada kongres ke III di Bandung ditetapkan sebagai Hari Ibu yang selanjutnya di sahkan oleh presiden Soekarno melalui dekrit yang dikeluarkan tahun 1959 yang tetap diperingati hingga hari ini.

Penetapan tanggal 22 Desember sebagai hari ibu merupakan bentuk monumen peringatan cita cita mulia kaum wanita dalam memajukan bangsa dan negara. Baik kaum wanita dan pria memikul peran penting dalam memajukan bangsa Indonesia.

Kesimpulan

Peringatan Hari Ibu merupakan upaya melestarikan cita cita kaum wanita dalam meningkatkan harkat, martabat, dan derajat wanita Indonesia.

Memperingati Hari Ibu adalah tentang upaya merefleksi peran wanita dalam menjadi Ibu Bangsa bukan terpaut hanya tentang ibu yang telah melahirkan dan merawat kita saja.

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan bijak!
Karena kedewasaan tercermin dari apa yang keluar dari mulut dan perilaku.
Termasuk juga jempol saktimu
© Lifestyle. All rights reserved. Developed by Jago Desain