Lagi dan lagi, artis terjerat kasus penyalah
gunaan narkoba. Kali ini agak ngagetin sih, secara profil dia cerminan cowok
pendiem. Suka nyanyiin lagu lagu sendu.
Emang sih jarang kabar miring tentang Ardhito
Pramono, bahkan bisa dibilang tak ada kabar sama sekali. Tapi kok ya tiba tiba
di gelandang polisi gara gara ketahuan pakai narkoba.
Jelas kabar ini pukulan berat bagi fans yang
mayoritas diisi ciwi-ciwi. Kebayang kan gimana kecewanya mereka ketika tau
kabar ini?
Tapi gapapa lah ya, wong Ardhito ya good
looking kok. Pasti dimaafin lah sama fans nya!
Beberapa bulan sebelumya sempat salah satu
komika juga terjerat kasus penyalah gunaan narkoba. Bahkan video
penggerebekannya sempat viral. Diketahui, rekan main Tretan Muslim itu di gerebek
petugas ketika sedang di kamarnya.
Tak ketinggalan juga keluarga konglomerat Ardi
dan Nia Bakrie yang baru baru ini juga berurusan dengan kepolisian karena
terbukti mengonsumsi barang haram tersebut.
Kalau di runut kebelakang, banyak sudah public
figure yang terjerat kasus serupa. Bahkan lebih banyak lagi orang biasa yang
terlanjur masuk di zona hitam narkoba.
Menurut data BNN tahun 2021, sebanyak 4,8 juta+
rakyat Indonesia terpapar atau bahkan pengedar narkoba. Baik yang veteran atau
pemain baru.
Bahkan tercatat peningkatan cukup signifikan
dari tahun 2019 menuju 2021, yaitu sekitar 1 juta rakyat masuk ke zona hitam
narkoba. Lumayan juga ya pangsa pasar narkoba ini!
Jika bukan karena barang haram, mungkin bisnis
narkoba merupakan salah satu bisnis dengan prospek tinggi mengingat market
share nya sangat bagus. Sayangnya penggunaan dan pengedaran narkoba sangat
dibatasi di Indonesia.
Kita selalu mendengar tentang kasus “penyalah
gunaan narkoba”. Jarang sekali kita mendengar tentang “pembenar gunaan narkoba”, atau minimal bimbingan cara menggunakan narkoba yang benar.
Jika kita asumsikan, jika ada salah pasti ada
benar. Logika yang sederhana bukan? Tetapi herannya hingga kini masih jarang
gaung yang menyatakan hal tersebut. Atau mungkin sudah digaungkan tetapi belum
efektif?
Jika kita perhatikan, di Indonesia sendiri masih
berkutat dengan “penyalah gunaan narkoba”.
Memang sih Indonesia melalui BNN telah
menggiatkan 3 program pemberantasan “penyalah gunaan narkoba”. Ketiga program
tersebut adalah soft power yaitu tindakan rehabilitasi dan pasca rehabilitasi,
hard approach berupa pemberantasan dan penegakan hukum, dan smart approach
yaitu penggunaan teknologi untuk mencegah terjadinya transaksi di dunia maya. Tetapi
tren peningkatan “penyalah guna narkoba” masih saja meningkat dari tahun ke
tahun. Ini menandakan power dari narkoba masih belum dijinakkan
sepenuhnya oleh BNN.
Memang sih cara yang digunakan oleh BNN ini
tidak salah, cuman progress perkembangannya masih kurang terasa di masyarakat. Indeks
pertumbuhan penyalah guna narkoba lebih tinggi dibanding yang keluar dari zona
tersebut terutama di daerah kota besar hingga metropolitan.
BNN tidak cukup hanya dengan menahan laju
perkembangan penyalah gunaan narkoba, harus ada satu langkah didepan yang
menghalau masyarakat masuk ke zona hitam ini.
Jika diperhatikan secara seksama, ada 3
golongan yang terjun bebas ke dunia hitam penyalah gunaan narkoba, yaitu; orang
yang ikut ikutan, orang yang butuh, dan orang yang mencari uang di bidang ini. Ketiga
golongan tersebut mendominasi peredaran dan penyalah gunaan narkoba.
Jika kita lihat karakter orang Indonesia adalah semakin di larang semaking dilanggar. Semakin di luruskan semakin membelok. Sifat ini semakin terlihat jelas di kota-kota besar.
Contoh kecilnya adalah ketika di pemberhentian
lampu lalu lintas. Banyak yang selalu berusaha berhenti paling depan hingga
melewati garis penyeberangan pejalan kaki. Bahkan tak jarang yang menerobos
lampu merah, walaupun mereka tau arti lampu merah adalah berhenti.
Contoh lainnya terjadi di ibu kota. Tak jarang
pengguna kendaraan pribadi yang masuk ke jalur busway. Padahal jelas jelas
jalur itu dikhususkan untuk busway saja. Tapi tetap saja mereka nekat melaluinya.
Ini membuktikan bahwa kesadaran masyarakat terhadap ketaatan peraturan masih
rendah.
Dari sini seharusnya dapat dijadikan salah satu analisa dalam usaha pemberantasan penyalah gunaan narkoba, terutama di wilayah kota yang menunjukkan tren peningkatan.
Meningkatkan intensitas tekanan untuk mematuhi peraturan, atau mengarahkan masyarakat untuk menggunakan narkoba secara benar. Saya rasa
pilihan yang paling efektif adalah meningkatkan intensitas tekanan peraturan
yaitu dengan menangkap dan memidanakan penyalah guna narkoba. Tapi cara ini
sangat tidak baik digunakan dalam jangka waktu panjang, karena pada dasarnya
masyarakat akan selalu mencari alasan untuk melanggarnya.
Cara yang dapat digunakan adalah dengan
menumbuhkan kesadaran penyalah gunaan narkoba dan menuntunnya untuk menggunakan
narkoba secara benar. Tetapi cara ini beresiko memakan waktu yang sangat lama.
Sudah bukan rahasia lagi bahwa narkoba dapat dimanfaatkan
untuk kepentingan medis. Tetapi hal ini sangat jarang digaungkan ke masyarakat.
Pemerintah selalu menggaungkan tentang pelarangan narkoba saja seakan menghapus
manfaat narkoba yang satu ini.
Tercatat sudah 9 negara yang melegalkan
penggunaan narkoba di dunia medis, bahkan ada yang sudah melegalkan narkoba
untuk dikonsumsi masyarakat umum. Lantas yang menjadi pertanyaan adalah, kok
bisa masyarakat sana tertib menggunakan narkoba bahkan secara terbuka?
Jawabannya sederhana, karena mereka sadar
manfaat dan fungsi dari narkoba. Tetapi proses untuk menyadarkan masyarakat
akan manfaat dan fungsi narkoba memakan waktu yang sangat panjang. Dibutuhkan edukasi
dan penanaman wawasan yang sangat panjang. Proses penumbuhan kesadaran
penggunaan narkoba secara benar tidak dapat dilakukan seketika, harus melalui
tahapan yang terstruktur.
Kembali lagi ke Indonesia, apakah system pembangunan
kesadaran akan penggunaan narkoba secara benar dapat digaungkan di Indonesia? Apakah
pemerintah siap melalui tahapan dan proses yang panjang guna membangkitakan
kesadaran masyarakat akan penggunaan narkoba yang benar?
Harapan kita sih pemerintah mau berproses, ya kan!
Baca juga: demokrasi berkarya, demokrasi berkata